Penjelasan Lengkap Sejarah dan Isi Perjanjian Renville 1948

By | March 11, 2023

Perjanjian Renville 1948 adalah perjanjian yang dibuat antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Tujuan dari dibuatnya perjanjian Renville 1948 tersebut tidak lain untuk menyelesaikan berbagai macam pertikaian, yang tengah terjadi diantara kedua belah pihak setelah adanya proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Isi perjanjian Renville ini bahkan juga menjadi salah satu reaksi terhadap perkembangan awal politik di awal kemerdekaan Indonesia.

Sebagai informasi tambahan, bahwa nama Renville ini sendiri diambil dari bama sebuah kapal milik Amerika Serikat yang bernama USS Renville. Dimana kapal milik Amerika Serikat tersebut sedang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Di dalam kapal inilah perundingan perundingan Renville ini berlangsung hingga pada akhirnya menghasilkan suatu perjanjian yang kini lebih dikenal sebagai perjanjian Renville atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, yakni antara Indonesia dengan Belanda.

Perlu untuk diketahui juga bahwa dalam proses perundingan Renville tersebut, dimana perjanjian Renville ini pada awalnya di bahas dalam perundingan yang berlangsung di tanggal 08 Desember 1947, yang mana disana juga ada KTN atau Komisi Tiga Negara sebagai penengah antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, yang mana kala itu terdiri dari Amerika Serikat, Belgia, dan Australia sebagai perwakilan pihak Indonesia dan Belanda.

Perundingan yang diberi nama sebagai perundingan Renville tersebut baru menemui titik terang setelah lebih dari 1 bulan berlangsung, sehingga perundingan ini disepakati dan juga ditanda tangani sebagai suatu perjanjian Renville di tanggal 17 Januari 1948, di atas sebuah kapal bernama USS Renville. Lalu, untuk mengetahui apa saja yang sebenarnya melatarbelakangi diadakannya suatu perundingan dan juga perjanjian Renville antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, berikut ini ada beberapa penjelasan tentang latar belakang dan isi dari perjanjian Renville 1948 yang harus Anda ketahui. Mari simak ulasan selengkapnya.

Sejarah dan Latar Belakang Perjanjian Renville

sejarah Perjanjian Renville

Perlu untuk kita ketahui bersama, bahwasannya salah satu tujuan utama dari diadakannya perjanjian Renville ini adalah tidak lain untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, yang mana kala itu menyangkut perjanjian Linggarjati. Dimana perjanjian Linggarjati ini merupakan sebuah perjanjian yang ditanda tangani oleh pihak Indonesia dan pihak Belanda sebelumnya, yang juga menyangkut status Kemerdekaan Republik Indonesia. Perjanjian tersebut ditanda tangani pada tanggal 25 Maret 1947 oleh kedua belah pihak, akan tetapi sangat disayangkan sekali pelaksanaan perjanjian tersebut ternyata tidak berjalan dengan semestinya.

Dalam perjanjian Linggarjati tersebut, pihak Belanda dianggap melanggar perjanjian yang sudah disepakati bersama, dan juga ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Alasannya adalah dikarenakan pada tanggal 20 Juli 1947 tersebut, pihak Belanda menyatakan bahwasannya mereka sudah tidak lagi terikat dengan perjanjian Linggarjati. Apalagi pihak Belanda lakukan penyerangan terhadap Indonesia tepatnya di tanggal 21 Juli 1947, yang kemudian kejadian tersebut dikenal dengan peristiwa Agresi Militer Belanda 1. Kondisi yang terjadi tersebut disebabkan karena terjadinya perbedaan penafsiran antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda tentang isi dan juga kesepakatan perjanjian Linggarjati itu sendiri.

Selain itu juga penting pula untuk diketahui bahwa perbedaan penafsiran tersebut bahkan menyangkut keinginan pihak Belanda untuk membentuk negara federasi Indonesia, yang kemudian ditolak oleh pihak Indonesia. Memang dalam isi perjanjian Linggarjati yang ke-4 ada kesepakatan tentang Indonesia dalam bentuk negara RIS menjadi anggota persemakmuran atau pun commonwealth Indonesia – Belanda, akan tetapi tidak ada kesepakatan tentang  pembentukan negara federaasi. Sehingga keinginan Belanda tersebut dianggap melanggar perjanjian Linggarjati yang telah disepakati dan ditanda tangani bersama. Yang kemudian ditolaklah oleh pihak Indonesia sebab dianggap akan merugikan Indonesia.

Serangan yang diberi nama sebagai Agresi Militer Belanda 1 terhadap wilayah Indonesia ini ternyata mendapat kecaman yang bisa dikatakan cukup berat dari dunia internasional, khususnya dari negara – negara Timur Tengah dan juga Liga Arab. Dimana negara – negara tersebut telah mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia. Kondisi ini yang kemudian turut mengundang reaksi dari PBB, sebagai salah satu dari bentuk – bentuk kerjasama internasional, khususnya Dewan Indonesia tepatnya di tanggal 1 Agustus 1947. Oleh karena itu, Gubernur Jenderal yang bernama Van Mook dari Belanda memberikan perintah untuk segera memberhentikan serangan, atau pun gencatan senjata di tanggal 5 Agustus 1947.

Situasi yang berlangsung tersebut ternyata diikuti dengan usulan Amerika Serikat lewat Dewan Keamanan PBB untuk keluarkan resolusi, yang menyatakan bahwasannya konflik yang terjadi antara pihak Belanda dengan pihak Indonesia tersebut akan segera diselesaikan dengan baik secara damai, lewat Dewan Keamanan PBB di tanggal 25 Agustus 1947. Penyelesaian yang dimaksudkan di sini lewat adanya pembentukan Komisi Tiga Negara atau yang juga disebut dengan KTN, yang terdiri atas Belgia sebagai pilihan pihak Belanda, Australia dari pihak Indonesia, juga Amerika Serikat yang ditunjuk dan juga disepakati pula oleh kedua belah pihak.

Penting pula untuk diketahui bahwa, terjadinya perselisihan kedua belah pihak menjadi semakin rumit pada saat pihak Belanda mengumumkan pembentukan garis Van Mook yang akan menjadi pembatas antara wilayah Indonesia dengan Belanda. Dengan adanya pembentukan Komisi Tiga Negara pada akhirnya pihak Indonesia dengan pihak Belanda setuju untuk bertemu dalam satu meja perundingan. Dimana perundingan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda tersebut kali pertamanya dimulai di tanggal 8 Desember 1947, tepatnya di atas sebuah kapal milik Amerika Serikat yang bernama USS Renville, sehingga kemudian perundingan tersebut disebut sebagai perundingan Renville.

Isi Perjanjian Renville 1948

Isi Perjanjian Renville 1948

Perundingan Renville ini dihadiri oleh beberapa delegasi dari kedua belah pihak, yang mana pada akhirnya menghasilkan beberapa saran dari KTN. Beberapa saran tersebut seperti halnya kesepakatan pemberhentian tembak menembak, atau pun adanya genjatan senjata khususnya di sepanjang garis Van Mook. Tidak hanya itu juga adanya pembentukan daerah kosong militer. Setelah melewati beberapa perundingan pada akhirnya perjanjian yang bernama Renville ini ditanda tangani oleh kedua belah pihak, yakni pihak Indonesia dan pihak Belanda di tanggal 17 Januari 1948. Yang kemudian perundingan tersebut menghasilkan instruksi resmi adanya genjatan senjata di tanggal 19 Januari 1948. Adapun isi dari perjanjian Renville ini sendiri diantaranya sebagai berikut.

  • Wilayah Republik Indonesia yang sudah mendapat pengakui oleh Belanda diantaranya hanya Jawa Tengah, Sumatera, dan Yogyakarta.
  • Disetujinya batasan wilayah antara Republik Indonesia dan juga daerah penduduk Belanda.
  • Republik Indonsia nanti akan menjadi salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat atau RIS.
  • Pihak Belanda akan tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat atau RIS.
  • Republik Indonesia Serikat atau RIS memiliki kedudukan yang sama dengan Uni Indonesia – Belanda.
  • Pihak Belanda bisa melakukan penyerangan kekuasannya ke pemerintah federal sementara, sebelum akhirnya Republik Indonesia Serikat atau RIS terbentuk.
  • Akan diadakannya pemilihan umum dalam kurun waktu sekitar 6 bulan hingga 1 tahun ke depan, dalam pembentukan konstituante Republik Indonesia Serikat atau RIS.
  • Pasukan tentara Indonesia yang ada di daerah pendudukan Belanda harus segera berpindah ke daerah Republik Indonesia.

Tokoh – Tokoh Perjanjian Renville

gambar tokoh Perjanjian Renville

Perjanjian Renville 1948 adalah salah satu jenis perjanjian yang dibuat khusus untuk memberhentikan serangan pihak Belanda terhadap pihak Indonesia, dan konflik berkelanjutan antara kedua belah pihak. Perjanjian Renville ini memiliki beberapa tokoh – tokoh penting dalam proses dan pelaksanaannya. Tanpa tokoh – tokoh penting ini besar kemungkinan perselisihan yang terjadi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda akan terus berlanjut, dan pastinya juga akan cukup sulit untuk menemukan titik terang bagi kedua belah pihak. Di bawah ini adalah beberapa tokoh – tokoh perjanjian Renville yang terdiri atas pihak Indonesia, Belanda, dan tokoh – tokoh penengah kedua belah pihak.

Tokoh perjanjian Renville dari pihak Indonesia

Tokoh perjanjian Renville dari pihak Indonesia

Perjanjian Renville ini berlangsung dibawah kabinet Amir Syarifuddin. Setelah di tahun 1947 kabinet Syahrir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno sebagai salah satu bentuk dari reaksi terhadap gagalnya perjanjian Linggarjati yang bisa dikatakan sangat merugikan Indonesia sendiri. Setelah jatuhnya kabinet Syahrir, kemudian Presiden Soekarno menunjuk Amir Syarifuddin untuk kemudian menyusun kabinet yang baru. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menghadapi perundingan dengan pihak Belanda. Perlu untuk diketahui pula bahwa susunan delegasi dalam menghadapi perundingan Renville ini sendiri terdiri atas :

  • Ketua : Ameri Syarifuddin
  • Wakil Ketua : Ali Sastroamijoyo
  • Anggota : H. A. Salim, Sutan Syahrir, Mr. Nasrun, dan Dr. Tjoa Siek Len
  • Cadangan : Setiadjid, Ir. Djuanda, dan 32 orang penasehat

Meskipun kabinet yang bernama Amir Syarifuddin ini berhasil dalam meredam konflik yang tengah terjadi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, akan tetapi isi dari perjanjian Renville tersebut ternyata tetap mendapat tentangan yang pada akhirnya menimbulkan adanya mosi tidak percaya terhadap kabinet Amir Syarifuddin. Dimana kondisi tersebut akhirnya mengantarkan Amir Syarifuddin untuk segera menyerahkan mandatnya kembali kepda Presiden Soekarno, tepatnya di tanggal 23 Januari 1948.

Tokoh perjanjian Renville dari pihak Belanda

Tokoh perjanjian Renville dari pihak Belanda

Menariknya, permainan dari pihak Belanda ini sendiri ternyata tidak hanya menyangkut keputusan sepihak saja, tentang batasan wilayah Indonesia, akan tetapi juga menyangkut tokoh – tokoh dalam perjanjian Renville tersebut. Yang mana pihak Belanda sendiri menunjuk orang Indonesia dan bukan orang kewarganegaraan Belanda sebagai ketua dari delegasi Belanda dalam perundingan Renville ini.

Orang yang dimaksudkan tersebut adalah R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, yang mana menurut berbagai sumber dianggap sebagai salah satu pengkhianat Indonesia, sebab keputusannya untuk lebih memihak Belanda sampai rela membantu dalam upaya memecah belah kesatuan Indonesia. Tidak hanya pemimpin delegasi Belanda saja yang merupakan orang Indonesia, akan tetapi ada beberapa anggotanya pula yang juga termasuk orang Indonesia. Di bawah ini akan kami informasikan kepada Anda tentang beberapa tokoh – tokoh dari pihak Belanda dalam perjanjian Renville.

  • Ketua : R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo
  • Wakil ketua : Mr. H. A. L. Van Vredenburgh
  • Anggota : Mr. Dr. Chr. Soumokil, Dr. P. J. Koest, Zulkarnain, dan Pangeran Kartanegara

Adapun pemilihan orang Indonesia sebagai wakil dari delegasi Belanda adalah suatu trik pihak Belanda dalam upaya pembuktian adanya pengaruh secara penuh oleh pihak Belanda di wilayah Indonesia. Upaya ini dilakukan lewat perwakilan Belanda dalam perjanjian Renville yang terdiri dari beberapa orang asli Indonesia. Sehingga dengan demikian pihak Belanda ingin membuktikan dan menunjukkan kepada dunia bahwasannya pengaruh Belanda sudah mengakar di wilayah Indonesia.

Tokoh penengah perjanjian Renville

Tokoh penengah perjanjian Renville

Tokoh penengah perjanjian Renville ini diambil dari delegasi PBB, yang mana sejak awal sudah mengeluarkan suatu resolusi yang menyatakan bahwasannya terjadnya konflik antara Indonesia dengan Belanda akan dapat diselesaikan secara damai lewat Dewan Keamanan PBB. Dengan adanya resolusi ini kemudian dibentuklah KTN sehingga mereka mengirimkan satu orang dari tiap – tiap negara sebagai wakil serta tokoh penengah dalam berlangsungnya perundingan Renville dan juga perjanjian Renville antara Indonesia dengan Belanda. Di bawah ini adalah beberapa tokoh penengah dari KTN dalam perjanjian Renville.

  • Ketua : Frank Graham, sebagai wakil dari Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara KTN, yang sama – sama dipilih serta disepakati kedua belah pihak, yakni Indonesia dengan Belanda.
  • Anggota : Richard Kiry, sebagai wakil dari Australia untuk menjadi delegasi dari Indonesia dan Paul Van Zeeland dari Belgia sebagai delegasi dari pihak Belanda.

Ketiga tokoh tersebut telah dipilih terlepas dari idealisme masing – masing untuk hadapi ketidaktegasan dan juga ketiadaan niat untuk damai dari kedua belah pihak, yakni Indonesia dan Belanda untuk mencegah terjadinya konflik secara berkelanjutan. Dengan hadirnya tokoh penengah di ataslah, sehingga perundingan antara Indonesia dengan Belanda pun berlangsung dengan baik hingga hasilkan perjanjian Renville yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Selain hal tersebut, adanya tokoh penengah juga menjadi salah satu wujud dari peranan dunia internasional dalam konflik Indonesia – Belanda.

Akibat dan Dampak Perjanjian Renville

akibat Perjanjian Renville

Berikut ini adalah beberpa akibat buruknya yang ditimbulkan dari perjanjian Renville khususnya bagi pemerintah Indonesia.

  • Dampak pertama dari perjanjian Renville terhadap pemerintahan Indonesia adalah semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia. Alasannya adalah dikarenakan sebagian wilayah Republik Indonesia sudah dikuasai oleh pihak Belanda.
  • Tidak hanya itu saja, dampak selanjutnya terhadap pemerintahan Indonesia atas perjanjian Renville ini adalah memicu munculnya reaksi kekerasan, sehingga mengakibatkan kabinet yang bernama Amir Syarifuddin berakhir, sebab dianggap telah menjual negara terhadap pihak Belanda.
  • Dampak yang berikutnya adalah diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketat oleh pihak Belanda.
  • Republik Indonesia harus memaksa menarik mundur tentara militernya, khususnya yang ada di daerah Gerilya untuk ke wilayah Republik Indonesia.
  • Untuk memecah belah Republik Indonesia, pihak Belanda ternyata membuat negara Boneka, antara lain negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur.

Perlu untuk diketahui pula bahwa perundingan Renville yang berubah menjadi perjanjian Renville ini merupakan sebuah hasil dari perundingan setelah terjadinya Agresi Militer Belanda 1. Dimana berlangsungnya perundingan tersebut hampir 1 bulan lamanya. Lalu dalam perundingan ini ternyata KTN menjadi penengahnya, wakil dari ketiga negara tersebut diantaranya Australia yang diwakili oleh Richard Kirby, Belgia diwakili oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika Serikat sendiri diwakili oleh Frank Graham, sementara itu untuk Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin serta Belanda oleh Abdulkadir Wijoyoadmojo. Perjanjian Renville menimbulkan banyak sekali kerugian bagi Indonesia, sehingga timbulah Agresi Militer Belanda 2.

Demikian informasi yang bisa kami bagikan tentang penjelasan lengkap sejarah dan isi perjanjian Renville 1948. Semoga bermanfaat.

Originally posted 2018-10-23 05:34:44.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.